
INFOSUMUT.ID – Baru sejenak Indonesia merasakan keringanan kasus Covid-19, awal tahun 2022 kembali harus waspada. Sejak Juli 2021, Indonesia sudah kelimpungan menghadapi varian Delta. Di Sumatera Utara (Sumut) puncaknya terjadi pada bulan Agustus 2021.
Di bulan Agustus penyebaran Covid-19 Sumut mencapai 2000 kasus per hari, angka tertinggi selama pandemi. Tercatat, puncak kasus di Sumut tertinggi pada tanggal 6 Agustus 2021 sebesar 2.045 dan mulai melandai di bulan Oktober.
Pada bulan Agustus, kasus kematian Covid-19 juga melonjak tajam, tercatat di https://covid19.go.id/ selama bulan Agustus total kematian di Sumut mencapai 910 jiwa. Bulan berikutnya memang sedikit menurun, tetapi tetap tinggi di angka 453 orang.
Di awal Agustus Bed Occupancy Rate Sumut sudah mulai tinggi, 5 Agustus berada di angka 67%. Dari 6.018 tempat tidur yang tersedia, terpakai 4.008 dan terus meningkat hingga akhir agustus. Beberapa rumah sakit bahkan mulai membuat tenda darurat untuk menampung pasien walau tidak sepenuhnya terpakai.
Ini masih sangat membekas pada kita dan sekarang kita kembali di uji varian baru Covid-19 B.1.1.529 atau yang kita kenal dengan Omicron. Varian ini menjadi perhatian World Health Organization (WHO) sejak Desember 2021 dan perkembangannya terus mengkhawatirkan.
Masih belum bisa dipastikan kapan dan di mana omicron pertama kali muncul. Belanda, Afrika Selatan dan Nigeria sama-sama mengklaim menemukan kasus omicron di akhir November dan awal Desember. Sampai saat ini yang tercatat masih Nigeria paling awal menemukan kasus Omicron yaitu Nigeria pada 1 November 2022.
Nigeria Centre for Disease Control (NCDC) mengatakan di antara sampel yang dikumpulkan Oktober 2021 dari wisatawan yang ke Nigeria ditemukan varian omicron. Walau pada akhirnya NCDC meralat temuan mereka kalau sampel tersebut hanya mengandung varian delta, ini masih bisa menjadi pertanda munculnya omicron.
Walau begitu, kasus varian omicron yang benar-benar dikonfirmasi pertama kali di Afrika Selatan akhir September 2021. Ilmuwan dari Afrika Selatan yang tergabung di Desmond Tutu HIV Foundation memiliki hipotesis omicron muncul dari penderita masalah imun seperti HIV AIDS yang tidak menjalani pengobatan.
Ilmuwan Desmond Tutu HIV Foundation mengamati Covid-19 bisa bertahan berbulan-bulan pada pasien HIV-positif yang tidak mengonsumsi obat-obatan agar mereka bisa hidup sehat. Kepala Desmond Tutu HIV Foundation Afrika Selatan Prof. Linda-Gayle Bekker menjelaskan Covid-19 bisa bermutasi di tubuh seseorang yang memiliki kelainan daya tahan tubuh.
“Saat kekebalan tubuh ditekan, maka kita melihat virus bertahan dan tidak hanya tinggal diam, ia bereplikasi. Dan ketika bereplikasi, virus mengalami mutasi potensial. Pada seseorang yang kekebalannya ditekan, virus itu mungkin dapat terus hidup berbulan-bulan – sembari bermutasi seiring berjalannya waktu,” kata Prof. Linda-Gayle Bekker dikutip dari bbc.com.
Penyebaran varian ini begitu cepat, dalam waktu tiga bulan lebih dari 150 negara mengkonfirmasi menemukan kasus varian ini. Indonesia sendiri pada 15 Januari 2021 langsung membuat pembatasan larangan masuk untuk 14 negara dengan transmisi komunitas omicron antara lain Afrika Selatan, Botswana, Norwegia, Perancis, Angola, Zambia, Zimbabwe, Malawi, Mozambique, Namibia, Eswatini dan Lesotho.
Omicron menjadi lebih berbahaya untuk Indonesia setelah beberapa negara tetangga terancam mengalami badai omicron yaitu Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Australia bahkan mengalami hari paling mematikan selama pandemi di 18 Januari 2021. Tercatat ada 74 kematian akibat covid-19 dalam sehari, Selasa (18/1) waktu setempat dilansir dari Reuters.
Sedangkan Kasus pertama omicron di Indonesia berdasarkan keterangan Kementerian Kesehatan diduga dari warga negara Indonesia yang tiba dari Nigeria tanggal 27 November 2021. Kementerian Kesehatan melakukan pelacakan dari kasus konfirmasi positif omicron pertama seorang petugas kebersihan yang bekerja di RSDC Wisma Atlet Kemayoran Jakarta.
Dalam waktu sekitar dua bulan berdasarkan data dari maritim.go.id Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan omicron di Indonesia sudah melampaui 100 kasus. Di Sumut sendiri hingga awal Januari belum terdeteksi kasus omicron. Hanya saja, ada dua warga Sumut yang terpapar omicron yang sedang di rawat di Jakarta.
Mau tidak mau Sumut harus memperketat pintu masuk baik antar provinsi maupun antar negara karena daerah ini salah satu pintu masuk negara lain ke Indonesia. Bukan hanya orang dari luar negeri, tetapi juga dari Indonesia bahkan warga Sumut sendiri.
“Saya selaku gubernur akan melakukan pengetatan orang-orang datang. Walaupun itu orang Sumut dari luar datang kemari, ini harus kita disiplinkan,” kata Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi.
Ini didukung oleh pesan Presiden RI Joko Widodo kepada masyarakat Indonesia. Dia berpesan agar masyarakat mengurangi mobilitas, tidak bepergian keluar negeri, vaksinasi dan disiplin Prokes. Karena itu, saat ini pemerintah sedang menggencarkan vaksinasi kepada anak-anak karena golongan anak-anak sedikit ditunda vaksinasinya di tahun lalu.
Apa Gejala omicron?
Gejalanya mirip dengan flu biasa dan juga covid-19 pada umumnya walau bisa berbeda pada orang-orang tertentu. Penelitian Zoe COVID Studi dari perusahaan ilmu kesehatan ZOE dan King’s College London di Inggris melakukan analisis untuk menentukan apakah ada perbedaan antara gejala paling umum dari infeksi varian Delta dan gejala paling umum dari infeksi Omicron.
Menggunakan 4.000.000 peserta mereka membandingkan gejala yang dilaporkan melalui aplikasi Zoe COVID Study oleh peserta positif COVID-19 pada Oktober 2021, ketika Delta dominan di Inggris, dengan mereka yang dites positif pada Desember 2021 ketika Omicron menjadi varian dominan.
Analisis awal menunjukkan bahwa gejala yang paling sering dilaporkan pada kedua bulan tersebut sebagian besar sama: pilek, sakit kepala, kelelahan, bersin, dan sakit tenggorokan. Temuan mereka menunjukkan tidak ada perbedaan spesifik yang dialami orang terpapar omicron dengan varian delta dan covid-19 pada umumnya.
Menurut Dr. David M. Cutler dokter Keluarga di RS Santa Monica gejala omicron bervariasi dan mungkin tidak ada yang menonjol dibandingkan infeksi varian sebelumnya. Hidung tersumbat, sakit kepala, sakit badan dan sakit tenggorokan. Namun menurut Manajer Insiden WHO Abdi Muhammad, untuk dampaknya ke paru-paru atau saluran pernapasan atas gejalanya lebih ringan.
Menurut Clutter walau terkonfirmasi varian omicron, infeksinya bisa disembuhkan tanpa harus dirawat di Rumah Sakit bila gejalanya ringan. Tetapi, tentu kita tidak bisa menganggap enteng varian ini karena kita punya pengalaman pahit sebelumnya.
Saat ini kita perlu lebih sadar akan prokes dan bisa dengan tenang bila terpapar varian virus ini. Kita sudah cukup terlatih menghadapinya setelah dikepung selama dua tahun. Flu biasa tidak bisa kita anggap sepele bila terjadi terus menerus. Beberapa yang Anda perlu perhatikan seperti;
- Batuk terus menerus
- Demam/suhu tubuh tinggi
- Kehilangan kemampuan mencium atau merasa
- Hidung meler
- Sakit kepala
- Kelelahan
- Bersin
- Sakit tenggorokan
Bila gejala ini tidak membaik dalam waktu tiga hari atau bahkan dibarengi dengan sesak nafas Anda perlu mendatangi fasilitas kesehatan untuk tes PCR. Anda juga perlu menjaga agar tidak menginfeksi lebih banyak orang. Tindakan bersama inilah yang sekarang dibutuhkan Indonesia untuk melewati pandemi. Dua tahun di hajar pandemi, jangan biarkan kita jatuh di lubang yang sama.***